Senin, 30 Juni 2008

Sumber Segala Sumber Hukum

Dalam makalah Solusi Hidup, dijelaskan bahwa segala masalah hidup harus diselesaikan dengan Islam. Kalau begitu, harus ada hal-hal yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum. Dalam makalah ini, akan dijelaskan apa saja sumber hukum dalam Islam.


Thought and Text

Dalam Islam, ada dua hal macam sumber hukum, atau yang biasa disebut dalil. Kedua macam dalil tersebut yaitu dalil 'aqli dan dalil naqli.

Dalil 'aqli yaitu dalil dari akal. Akal, salah satu potensi manusia, adalah kemampuan untuk mengaitkan informasi dengan fakta untuk menghasilkan kesimpulan atas fakta tersebut. Sementara itu, pada dasarnya, kesimpulan merupakan salah satu bentuk hukum. Dengan demikian, dalil 'aqli bisa digunakan untuk menghukumi sesuatu. Contoh penggunaan dalil 'aqli yaitu dalam pembinaan akidah yang berkaitan dengan fakta yang dapat diindera manusia. (Silakan lihat makalah Solusi Hidup dan Percaya Nggak.) Namun, dengan dalil 'aqli saja, kita tidak bisa menghukumi segala hal.

Akal, sebagai ciptaan Allah, memiliki keterbatasan. Dengan akal saja, manusia tidak bisa menentukan apa yang benar-benar baik atau benar-benar buruk bagi dirinya atau orang lain. Sebagai contoh, akal tidak bisa digunakan untuk menentukan bagaimana seharusnya masalah interaksi antarmanusia dipecahkan. (Silakan lihat makalah Tentang Manusia.) Nah, untuk masalah yang tidak dapat ditentukan benar-salahnya oleh akal, solusinya ditentukan dengan dalil naqli.

Dalil naqli yaitu dalil dari apa-apa yang telah Allah tentukan sebagai dalil. Ada empat macam dalil naqli, yaitu Al Qur'an, as sunnah, ijma' sahabat, dan qiyas. Dalam pasal-pasal berikut, akan dijelaskan keempat macam dalil naqli ini.


Invaluable Information

Dalil naqli yang pertama yaitu Al Qur'an. Al Qur'an adalah firman Allah kepada Muhammad, yang merupakan mukjizat bagi beliau, serta bernilai ibadah jika dibaca. Al Qur'an merupakan firman Allah. (Silakan lihat makalah Solusi Hidup.) Dengan demikian, Al Qur'an layak dan dapat dijadikan sebagai dalil.

Ada dua macam ayat dalam Al Qur'an, yakni ayat yang maknanya jelas (ayat muhkamat) dan ayat yang maknanya tidak jelas (ayat mutasyabihat). Berikut contoh ayat yang maknanya jelas.

و السـارق و السـارقـة فـقـطـعـوآ أيـديـهـمـا (الـمـاءدة: ٣٨)
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya ... " (Al Ma'idah ayat 38)

Berikut contoh ayat yang maknanya tidak jelas.

يـد الله فـوق أيـديـهـم (الـفـتـح: ١٠)
" ... Tangan Allah di atas tangan mereka ... " (Al Fath ayat 10)

Kedua ayat di atas memuat kata yang maknanya "tangan". Namun, pada ayat kedua, makna "tangan" dikaitkan dengan Allah. Padahal, zat Allah di luar jangkauan akal. Hal inilah yang menjadikan makna ayat kedua tidak jelas. Untuk ayat yang sudah jelas maknanya, tentu tidak perlu kita ada-adakan lagi kajian mengenai "makna tersirat" didalamnya. Sementara itu, untuk ayat yang tidak jelas maknanya serta berkaitan dengan akidah, kita tidak boleh melakukan apapun selain menerima apa adanya, kecuali ada penjelasan pasti mengenainya. (Silakan lihat makalah Percaya Nggak.)


Licensed Life

Dalil naqli yang kedua yaitu as sunnah atau hadits. As sunnah yaitu perkataan, perbuatan, atau pembenaran dari Rasulullah ﷺ. Hadits berperan sebagai penjelas atau perinci hukum-hukum yang ada dalam Al Qur'an. Hadits, meskipun dapat dijadikan sebagai dalil, bukan mukjizat bagi Rasulullah ﷺ.

Ada pertanyaan menarik. Sebagai manusia, tentu Rasulullah ﷺ senantiasa berbuat. Akan tetapi, mengapa perkataan, perbuatan, dan pendiaman Rasulullah ﷺ dapat dijadikan dalil? Beliau memang rasul, tapi beliau manusia biasa. Manusia merupakan ciptaan yang memiliki banyak keterbatasan. Apakah kerasulan Muhammad ﷺ menjamin bahwa beliau tidak akan salah dalam menghukumi?

Perkataan, perbuatan, dan pendiaman Rasulullah ﷺ dapat dijadikan dalil karena berasal dari wahyu. Hal tersebut telah dikabarkan Allah dalam Al Qur'an.

إن هـو إلا وحـي يـحـاى (الـنـجـم: ٤)
"Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (padanya)." (An Najm ayat 4)
إن أتـبـع إلا مـا يـوحـآى إلـي (الأنـعـم: ٥٠)
" ... Tidaklah aku mengikuti kecuali apa yang diwahyukan padaku ... " (Al An'am ayat 50)
قـل إنـمـآ أتـبـع مـا يـوحـآى إلـي مـن ربـى (الأعـراف: ٢٠٣)
" ... Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan padaku dari Rabb-ku ... " (Al A'raf ayat 203)
إن أتـبـع إلا مـا يـوحـآى إلـي (يـونـس: ١٥)
" ... Tidaklah aku mengikuti kecuali apa yang diwahyukan padaku ... " (Yunus ayat 15)
إن أتـبـع إلا مـا يـوحـآى إلـي (الأحـقـاف: ٩)
" ... Tidaklah aku mengikuti kecuali apa yang diwahyukan padaku ... " (Al Ahqaf ayat 9)
قـل إنـمـآ أنـذركـم بـالـوحـي (الأنـبـيـاء: ٤٥)
"Katakanlah, "Sungguh aku hanya memberi peringatan pada kamu sekalian dengan wahyu ... "" (Al Anbiya ayat 45)

Seandainya Allah tidak mengabarkan bahwa segala perkatan, perbuatan, dan pendiaman Rasulullah ﷺ berasal dari wahyu, tentu hadits tidak dapat digunakan sebagai dalil naqli.

Dengan demikian, hadits berasal dari wahyu walaupun bukan mukjizat bagi Rasulullah ﷺ. Karena bukan mukjizat, hadits dapat dipalsukan. Untuk itulah dibutuhkan suatu mekanisme penyaringan hadits. Sistem ini pada dasarnya berupa pemeriksaan perawi. Perawi yaitu pihak yang meriwayatkan suatu hadits. Harus diperiksa apakah suatu hadits periwayatannya sampai ke Rasulullah ﷺ atau tidak. Kalau riwayat suatu hadits tidak sampai ke Rasulullah ﷺ, berarti "hadits" tadi bukan hadits.

Berdasarkan periwayatannya, hadits dapat dibagi menjadi dua yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan sejumlah orang secara berkelompok meliputi masa tabi'i at tabi'in, tabi'in, dan sahabat, bersambung ke Rasulullah ﷺ. Hadits selain hadits mutawatir merupakan hadits ahad. Dari kodifikasi ini, dapat kita ketahui bahwa kedudukan hadits mutawatir sangat kuat karena pasti berasal dari Rasulullah ﷺ.

Berikut bagan pengelompokan Al Qur'an dan hadits. Sebagai catatan, riwayatlah yang dijadikan penentu apakah suatu hadits pasti dari Rasulullah ﷺ atau tidak. Kajian makna tidak bisa digunakan untuk memastikan suatu hadits dari Rasulullah ﷺ atau tidak.

Gambar 1. Bagan pengelompokan Al Qur'an dan hadits berdasarkan periwayatan dan maknanya.

Great Generation

Dalil naqli yang ketiga yaitu ijma' sahabat. Ijma' adalah kesepakatan mengenai hukum suatu fakta yang hukum tersebut merupakan hukum syara'. Ijma' sahabat yaitu ijma' dari sahabat Rasulullah ﷺ. Hukum yang ditetapkan melalui ijma' tidak diriwayatkan melalui hadits.

Ijma' bisa berupa pengungkapan pandangan, atau ijma' qawli. Bentuk ijma' ini yaitu bila para sahabat diberi suatu perkara, mereka akan menyebutkan hukum syara' atas perkara tersebut tanpa menyebutkan dalil dari Al Qur'an atau hadits, serta hukum yang mereka sampaikan seragam. Di sini, para sahabat pada dasarnya bersandar pada sesuatu yang mereka ketahui dari Rasulullah ﷺ, namun hal tersebut tidak teriwayatkan sebagai hadits.

Ijma' juga bisa berupa pendiaman, atau ijma' sukuti. Ijma' jenis ini harus memenuhi empat syarat. Pertama, perkara yang hukumnya disepakati haruslah merupakan perkara urgen dan mendesak yang pasti akan diingkari para sahabat jika bertentangan dengan syara'. Kedua, para sahabat harus mendengar pembahasan perkara yang dihukumi sehingga diamnya para sahabat bukan karena tidak tahu. Ketiga, para sahabat tidak menyampaikan suatu ayat atau hadits dalam menanggapi perkara yang akan dihukumi. Kalau ada ayat atau hadits yang digunakan, tentu yang terjadi yaitu penyandaran pada Al Qur'an atau hadits, bukan ijma'. Keempat, perkara yang dihukumi bukan perkara yang menjadi wewenang khalifah untuk menghukuminya berdasarkan pendapat atau ijtihadnya.

Para sahabat merupakan manusia biasa. Mereka juga bukan rasul. Mengapa kesepakatan mereka bisa dijadikan sebagai dalil? Jawabannya yaitu karena Allah telah menentukan demikian.

و الـسـابـقـون الأولـون مـن الـمـهـاجـريـن و َلأنـصـار و الـذيـن الـتـبـعـوهـم بـإحـسـان رضـي الله عـنـهـم و رضـوا عـنـه (الـتـوبة: ١٠٠)
"Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha pada mereka ... " (At Tawbah ayat 100)

Seandainya tidak ada ayat di atas, ijma' sahabat tidak dapat digunakan sebagai dalil naqli.


Recurring Reason

Dalil naqli yang keempat yaitu qiyas. Qiyas adalah penyerupaan hukum suatu perkara seperti hukum perkara lain karena adanya persamaan 'illat. Qiyas dapat dijadikan sebagai dalil karena pada dasarnya yang dijadikan rujukan tetap Al Qur'an, hadits, atau ijma'.

Qiyas dapat menjadi dalil jika dan hanya jika ada empat hal. Pertama, harus ada perkara yang menjadi sumber qiyas. Kedua, perkara sumber qiyas harus memiliki hukum. Ketiga, harus ada perkara yang akan di-qiyas-kan. Keempat, harus ada 'illat dalam hukum tentang perkara asal.

Syarat keempat qiyas, yaitu adanya 'illat, merupakan syarat yang boleh dibilang paling penting. 'Illat yaitu indikasi sebab ditentukannya hukum atas perkara asal. Tidak semua hukum dalam Al Qur'an atau hadits memiliki 'illat. Selain itu, untuk mengetahui 'illat, dibutuhkan pengetahuan yang memadai setidaknya dibidang bahasa Arab dan ushul fiqih (kaidah-kaidah untuk menentukan hukum-hukum syara' praktis yang digali dari dalil-dalil yang rinci).

Senin, 23 Juni 2008

Tiga Benda Bermasalah

Salah satu penyederhanaan dalam studi masalah tiga benda yaitu konsep masalah tiga benda terbatas.[1] Dalam konsep ini, terdapat dua benda bermassa m_2 dan m_1 yang saling mengitari dalam orbit lingkaran, dan satu benda lain yang massanya diabaikan, yang bergerak dalam medan gravitasi m_2 dan m_1.

Merupakan penyederhanaan lain yaitu konsep sumbu korotasi. Dianggap bahwa sumbu koordinat sistem bergerak bersama m_2 dan m_1. Jadi, dua benda tersebut terletak pada sumbu-x.

Gambar 1. Deskripsi grafis sumbu korotasi dalam masalah tiga benda terbatas.

Sebagai unit satuan massa yaitu total massa sehingga massa m_2 dan m_1 yaitu \mu dan \left(1-\mu\right), dengan \mu\le1/2. Sumbu-x akan berotasi dengan kecepatan sudut \omega. Posisi m_2 dan m_1 yaitu \left(x_2,0,0\right) dan \left(x_1,0,0\right), dengan x_1 negatif. Sebagai unit satuan jarak yaitu jarak pisah m_1 dan m_2, atau \left(-x_1+x_2\right).

Benda m_3 berada pada posisi \left(x,y,z\right). Jadi, berlaku hubungan berikut.

\\ \left(x-x_1\right)^2+y^2+z^2=r_1^2\cdots\cdots\left(1a\right) \\ \left(x-x_2\right)^2+y^2+z^2=r_2^2\cdots\cdots\left(1b\right)

Jika v yaitu kelajuan m_3, maka berlaku hubungan berikut.

v^2=\left(\frac{dx}{dt}\right)^2+\left(\frac{dy}{dt}\right)^2+\left(\frac{dz}{dt}\right)^2\cdots\cdots\left(2\right)

Dengan demikian, berikut bentuk integral energi.

v^2=x^2+y^2+\frac{2\left(1-\mu\right)}{r_1}+\frac{2\mu}{r_2}-C\cdots\cdots\left(3\right)

Besaran C merupakan tetapan. Persamaan (3) dikenal dengan integral Jacobi.


Zilch Speed

Jika besaran v dalam persamaan (3) dianggap bernilai nol, didapat bentuk berikut.

x^2+y^2+\frac{2\left(1-\mu\right)}{r_1}+\frac{2\mu}{r_2}=C\cdots\cdots\left(4\right)

Nilai C tertentu mendeskripsikan batas tertentu di bidang orbit m_1 dan m_2. Dari persamaan (3), dapat disimpulkan bahwa v^2 berubah tanda jika melewati batas ini. Dengan demikian, gerakan m_3 hanya bisa berlangsung di daerah tertentu di salah satu sisi batas tersebut.

Untuk nilai C yang berbeda, bentuk daerah batas ini berbeda pula. Penggabungan daerah batas untuk bermacam-macam nilai C akan menghasilkan permukaan kecepatan relatif nol.

Gambar 2. Contoh kurva permukaan kecepatan relatif nol untuk sistem Saturnus-Dione. Plot dibuat dengan Microsoft Excel.

Fortran Frenzy

Saya telah membuat sebuah program untuk menghitung nilai C dalam persamaan (4). Nilai-nilai C yang didapat dikumpulkan dalam sebuah berkas teks. Berkas teks tersebut dapat digunakan sebagai masukan perangkat plot. Berikut kodenya. Program ini saya buat dalam bahasa Fortran, jadi maaf kalau nampak kuno sekali.

c here is the formula of distance of the third body
c from a massive body

      double precision function r(x,xn,y)
      double precision x, xn, y
      r = sqrt((x - xn)**2 + y**2)
      end

c main operations go from here
c variable r is a formula, defined in module above
c matrix c is used to store the results of
c calculation, since there are so many values
c generated, depend on x and y
c variable i and j is used to control the iteration
c variable a and b is used as indices of matrix c
c variable k is used to trace the iteration

      program zero_velocity
      double precision m1, m2, mu, d, com, x1, x2, r
      double precision x, y, step
      double precision x_ini, y_ini, c(0:30, 0:30)
      integer i, j, a, b, k

c constant parameters go here, in cgs system
c m1 is the more massive object and m2 is the lesser
c d is the separation of m1 and m2
c the orbit is assumed to be circle

      parameter(m1 = 1.989D+33, m2 = 5.977D+27,
     +          d = 1.49597892D+13)

c the matrix c is written into this file
      open(unit = 1, file = 'matrix.txt',
     +     status = 'unknown')

c here is the calculation of the position of the
c center of mass aka com
c here, com is measured from the center of m1

      com = m2*d/(m1 + m2)

c the calculations of x1, x2, and mu also go here
c as simplification, the separation of m1 and m2 is
c taken as one
c the total mass of m1 and m2 is taken as one too
c x1 is the coordinates of m1 from center of mass, so
c it is negative
c x2 is the coordinates of m2 from center of mass
c mu is the mass of m2, with simplication above

      x1 = (0D0 - com)/d
      x2 = (d - com)/d
      mu = m2/(m1 + m2)

c here go some initializations
c k indicates the numbers of iteration
c a and b determine the address of the storage of
c calculation results in matrix c
c x_ini and y_ini determine the initial x and y
c of course x_ini must be smaller than x1
c step determine the difference between two
c consecutive x or y
c here in this task, maximum of x minus minimum of x
c is three, and it applies too for y

      k = 0
      a = 0
      b = 0
      x_ini = x1 - 1D0
      y_ini = -1.5D0
      step = 1D-1

c here go the calculations of orbital energy
c c is calculated for each point on xy-plane
c each point is addressed by x and y, with zero at the
c center of mass
c the iteration scans vertical direction first (or
c y-direction)
c in fortran, first indice of two dimensional matrix
c addresses the row so, just to make it more
c intuitive, the first indice moves first, just like
c variables j and y

      do i = 0,30
      x = x_ini + i*step
        do j = 0,30
        k = k + 1
        a = j
        b = i
        y = y_ini + j*step
        c(a,b) = x**2 + y**2 + 2D0*(1 - mu)/r(x,x1,y)
     +           + 2D0*mu/r(x,x2,y)
        enddo
      enddo

c theoretically, at the center of m1 and m2, c is
c infinite
c the calculations and iteration above have take this
c into account
c however, just to make sure, here go two corrections
c for m1 and m2 location
c remember that the first indice corresponds to
c y-direction
c remember too that although y starts from minus one
c half, the first indice in c starts from zero

      y = 0
      c(15,10) = x1**2 + 2D0*(1 - mu)/r(x1,x1,y)
     +           + 2D0*mu/r(x1,x2,y)
      c(15,20) = x2**2 + 2D0*(1 - mu)/r(x2,x1,y)
     +           + 2D0*mu/r(x2,x2,y)

c here go some confirmations about the process,
c displayed on terminal

      write(*,*)
      write(*,*) 'initial x = ', x_ini
      write(*,*) 'initial y = ', y_ini
      write(*,*)
      write(*,*) '-----------------------------'
      write(*,*)
      write(*,*) 'final x = ', x_ini + 3D1*step
      write(*,*) 'final y = ', y_ini + 3D1*step
      write(*,*)
      write(*,*) '-----------------------------'
      write(*,*)
      write(*,*) 'number of x = ', i
      write(*,*) 'number of y = ', j
      write(*,*)
      write(*,*) '-----------------------------'
      write(*,*)
      write(*,*) 'C at the more massive body = '
     +           , c(15,10)
      write(*,*) 'C at the less massive body = '
     +           , c(15,20)

c here goes the writing of matrix c into the file,
c formatted below

      write(1,10) ((c(a,b), b = 0,30), a = 0,30)
   10 format(31E10.2)

c well done, we can now plot the curve from matrix.txt
c with any plot tool we have

      close(unit = 1)

      end


Rujukan

[1] J.M.A. Danby, Fundamentals of Celestial Mechanics (Virginia: Willman-Bell, Inc., 1989), hlm. 253-259

Kamis, 19 Juni 2008

Terpaksa Sukarela

Mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah, selalu diajarkan pada saya (dan siswa-siswa muslim lainnya) konsep qadha' dan qadar. Guru-guru selalu mengatakan bahwa qadha' yaitu ketetapan Allah sebelum terjadi, sedangkan qadar yaitu ketetapan Allah setelah terjadi. Qadha' tidak dapat diubah sementara qadar dapat diubah. Saya bingung.

Mengapa ada ketetapan setelah terjadi? Bukankah kejadian merupakan ketetapan? Lalu mengapa ada "ketetapan" yang bisa diubah?

Syukurlah kini saya tidak bingung lagi. Dalam makalah ini, akan saya jelaskan seluk-beluk masalah qadha' dan qadar.


Hick History

Pada masa sahabat, tidak ada pembahasan masalah qadha' dan qadar. Masalah ini baru muncul pada masa tabi'in.[1][2] Pada masa itu melalui serangkaian penaklukan, wilayah Islam meluas hingga mencapai daerah-daerah yang penduduknya terutama Kristen, Yahudi, atau Persia. Melalui penduduk-penduduk non-muslim inilah kaum muslim berkenalan dengan metode mantiq serta pembahasan filsafat Yunani.[3][4]

Salahsatu masalah filsafat Yunani yang dibahas dalam perdebatan filsafat yaitu apakah manusia dipaksa berbuat atau tidak. Masalah ini dinamai masalah qadha' dan qadar, atau jabar (paksaan) dan ikhtiyar (usaha), atau hurriyatu al iradah (kebebasan berkehendak).[5][6]

Dari kaum muslim, muncul kelompok Mu'tazilah yang menanggapi isu perbuatan manusia menggunakan metode mantiq.[7] Berikut pendapat mereka.[8][9][10]

"Manusia, apabila mereka melakukan kejahatan, disebut jahat. Jika melakukan kezaliman, mereka disebut zalim. Keadilan merupakan sifat Allah, sedangkan kezaliman dan kejahatan harus dinafikan dari-Nya."
"Allah sesungguhnya tidak menghendaki keburukan dan tidak pernah memerintahkan keburukan."
"Allah tidak menciptakan perbuatan manusia, baik yang berupa kebaikan maupun keburukan. Manusia bebas berkehendak. Manusialah yang menciptakan perbuatannya. Manusia diberi pahala karena berbuat baik dan disiksa karena berbuat buruk."
"Kami memandang bahwa zat yang menghendaki kebaikan merupakan zat yang baik. Zat yang menhendaki keburukan merupakan zat yang buruk. Zat yang menghendaki keadilan merupakan zat yang adil. Zat yang menghendaki kezaliman merupakan zat yang zalim. Bila kehendak (iradah) Allah berkaitan dengan dunia, maka kebaikan dan keburukan juga dikehendaki Allah sehingga zat yang menghendakinya disifati dengan baik, buruk, adil, dan zalim sekaligus. Padahal, ini mustahil terjadi. Jadi, Allah sebenarnya menghendaki perbuatan baik terjadi dan menghendaki perbuatan buruk tidak terjadi. Jika suatu perbuatan tidak baik dan tidak buruk, Allah tidak menghendakinya dan tidak pula memaksakannya."

Lebih jauh lagi, Mu'tazilah berpendapat mengenai hasil perbuatan. Berikut pendapat Basyar bin Mu'tamir, tokoh Mu'tazilah Baghdad.

"Apa saja yang menjadi hasil dari perbuatan semuanya tertakluk pada manusia. Bila saya membuka kelopak mata seseorang, lalu orang tersebut melihat sesuatu, maka dia melihat sesuatu karena saya. Warna makanan yang kita buat, termasuk rasa dan aromanya, pun juga tertakluk pada manusia. Demikian pula dengan sakit, nikmat, sehat, syahwat, semuanya tertakluk pada manusia."

Berikut pendapat Abu Huzail Al Allaf, salah seorang tokoh Mu'tazilah.

"Ada dua kelompok hasil perbuatan. Hasil perbuatan yang diketahui cara mendapatkannya tertakluk pada manusia. Jika tidak, maka hasil perbuatan tersebut tidak tertakluk pada manusia. Rasa sakit akibat pukulan atau meluncurnya batu karena dilemparkan merupakan hasil perbuatan yang tertakluk pada manusia. Sementara itu, warna, rasa, panas, dingin, basah, kering, takut, berani, lapar, atau kenyang, semuanya merupakan perbuatan Allah."

Sebagai tanggapan atas pendapat Mu'tazilah, muncul kelompok Jabariyah, yang juga menggunakan metode mantiq. Pendapatnya berlawanan dengan Mu'tazilah.[11][12][13]

"Manusia itu dipaksa dan tidak memiliki kebebasan kehendak. Manusia juga tidak memiliki kemampuan menciptakan perbuatannya. Dia seperti bulu yang mengikuti angin atau kayu yang mengapung mengikuti riak air. Allah menciptakan semua perbuatan sesuai kekuasaan-Nya."
"Kami berpendapat jika manusia menciptakan perbuatannya sendiri, maka kekuasaan Allah akan terbatas sehingga kekuasaan-Nya tidak meliputi segala sesuatu. Akhirnya, manusia menjadi sekutu Allah dalam menciptakan isi dunia. Padahal, dalam satu hal, tidak mungkin bergabung dua kekuasaan. Jika kekuasaan Allah telah menciptakan, manusia tidak memiliki tempat di sana. Jika kekuasaan manusia telah menciptakan, Allah tidak memiliki tempat di sana."

Rupanya, pertentangan antara Mu'tazilah dan Jabariyah mendapat tanggapan. Muncul kelompok yang dikenal dengan sebutan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Kelompok ini berusaha mengompromikan pendapat Mu'tazilah dan Jabariyah.[14][15][16]

"Manusia memiliki perbuatan-perbuatan yang dapat dipilih, baik yang dikerjakan maupun tidak, yang ia mendapat pahala jika taat dan siksa jika berbuat maksiat."
"Yang menciptakan perbuatan manusia yaitu Allah. Kekuasaan dan kehendak manusia meliputi sebagian dari perbuatan-perbuatan dan tidak meliputi sebagian yang lain. Allah merupakan pencipta segalanya, sedangkan manusia yang mengusahakannya."
"Perbuatan, dari segi penciptaan awal, tertakluk pada Allah, sedangkan dari segi usaha, tertakluk pada manusia sendiri."

Inilah gambaran masalah qadha' dan qadar yang dibahas menggunakan metode mantiq. Membingungkan bukan? Untuk membuat kesimpulan, mereka membuat premis-premis yang bahkan berkaitan dengan sifat Allah yang tidak terjangkau akal. Padahal, sifat Allah tidak dapat dianalogikan dengan sifat manusia. (Tentang kelemahan metode mantiq dalam pembinaan akidah, silakan baca makalah Percaya Nggak.)


Fabulous Facts

Rupanya dalam Al Qur'an, tidak pernah frasa "qadha' dan qadar" digunakan untuk menyatakan suatu masalah tertentu. Al Qur'an memang memuat kata qadha' atau qadar dan berbagai turunannya, namun tidak pernah keduanya disandingkan untuk menyatakan makna tertentu. Makna kata qadha' atau qadar dalam Al Qur'an pun sama sekali tidak bermakna bahwa manusia dipaksa berbuat atau tidak serta hasil perbuatan tertakluk pada siapa.

Berikut contoh ayat-ayat dalam Al Qur'an yang memuat kata qadha' atau turunannya.

و إذا قـضـى أمـرا فـإنـمـا يـقـول لـه و كـن فـيـكـون (الـبـقـرة: ١١٧)
" ... dan bila Dia berkehendak sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah!", maka jadilah." (Al Baqarah ayat 117)
هـو الـذي خـلـقـكـم مـن طـيـن ثـم قـضـآى أجـلا (الأنـعـام: ٢)
"Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan ajal ... " (Al An'am ayat 2)
و قـضـاى ربـك ألا تـعـبـد إلا إيـاه (الإسـراء: ٢٣)
"Dan telah memerintahkan Tuhanmu janganlah kamu menyembah selain Dia ... " (Al Isra ayat 23)
و مـا كـان لـمـؤمـن و لا مـؤمـنـة إذا قـضـى الله و رسـولـه و أمـرا أن يـكـون لـهـم الـخـيـرة مـن أمـرهـم (الأحـزاب: ٣٦)
"Dan tidak patut bagi mukmin laki-laki dan tidak patut pula bagi mukmin perempuan bila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka ... " (Al Ahzab ayat 36)
فـقـضـا هـن سـبـع سـمـاوات (فـصـلـت: ١٢)
"Maka Dia menjadikannya tujuh langit ... " (Fushshilat ayat 12)
و لـكـن لـيـقـضـي الله أمـرا كـن مـفـعـولا (الأنـفـل: ٤٢)
" ... akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti Dia lakukan ... " (Al Anfal ayat 42)
و قـضـي الأمـر (الـبـقـرة: ٢١٠)
" ... dan diputuskanlah perkaranya ... " (Al Baqarah ayat 210)
و كـان أمـرا مـقـضـيـا (مـريـم: ٢١)
" ... dan hal itu merupakan suatu perkara yang sudah diputuskan." (Maryam ayat 21)

Berikut contoh ayat-ayat dalam Al Qur'an yang memuat kata qadar atau turunannya.

الـذي خـلـق فـسـواى و الـذي قـدر فـهـداى (الأعـلاى: ٢-٣)
"Dialah yang menciptakan dan menyempurnakan, menentukan kadar lalu memberi petunjuk." (Al A'la ayat 2-3)
و قـدر فـيـهـآ أقـواتـهـا (فـصـلـت: ١٠)
" ... dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanannya ... " (Fushshilat ayat 10)
إنـه و فـكـر و قـدر فـقـتـل كـيـف قـدر ثـم قـتـل كـيـف قـدر (الـمـدثـر: ١٨-٢٠)
"Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan, maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?" (Al Muddatstsir ayat 18-20)
نـحـن قـدرنـا بـيـنـكـم الـمـوت (الـواقـعـة: ٦٠)
"Kami telah menentukan kematian di antara kamu ... " (Al Waqi'ah ayat 60)
و قـدرنـا فـيـهـا الـسـيـر (سـبـاء: ١٨)
" ... dan Kami tetapkan di antara negeri-negeri itu (jarak) perjalanan ... " (Saba ayat 18)
و قـدره و مـنـازل (يـونـس: ٥)
" ... dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah bagi perjalanan Bulan itu ... " (Yunus ayat 5)
و الله يـقـدر الـيـل و الـنـهـار (الـمـزمـل: ٢٠)
" ... Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang ... " (Al Muzzammil ayat 20)

Dari berjibun ayat di atas, dapat kita lihat bahwa baik qadha' maupun qadar memiliki banyak makna. Makna qadha' selalu berhubungan dengan ketetapan atas suatu kejadian. Sementara itu, makna qadar selalu berhubungan dengan penentuan kadar sesuatu. Lalu mengapa para ahli kalam membahas masalah "qadha' dan qadar" yang mempertanyakan apakah perbuatan manusia dipaksakan atau tidak? Ada apa ini?

مـا أصـاب مـن مـصـيـبـة فـي الأرض و لا فـي أنـفـسـكـم إلا في كـتـاب مـن قـبـل أن نـبـرأهـا إن ذلـك عـلـى الله يـسـيـر (الـحـديـد: ٢٢)
"Tidak ada bencana yang menimpa Bumi dan dirimu melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Al Mahfuzh) sebelum kami melaksanakannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah." (Al Hadid ayat 22)
لا يـعـزب عـنـه مـثـقـال ذرة فـي الـسـمـاوات و لا فـي الأرض و لا أصـغـر مـن ذلـك و لا أكـبـر إلا فـي كـتـاب مـبـيـن (سـبـأ: ٣)
" ... Tidak tersembunyi dari-Nya sebesar dzarrah yang ada di langit dan Bumi. Tidak ada yang lebih kecil dari itu dan tidak pula ada yang lebih besar melainkan telah ada dalam kitab yang jelas (Lauh Al Mahfuzh)." (Saba ayat 3)

Ayat-ayat di atas memang menunjukkan Allah itu Maha Tahu. Meskipun demikian dalam ayat-ayat di atas, sama sekali tidak ada kabar yang menerangkan hubungan antara ilmu Allah dan perbuatan manusia selain bahwa Allah pasti mengetahuinya. Ayat-ayat di atas sama sekali tidak mengandung makna yang serupa dengan makna permasalahan "qadha' dan qadar" seperti yang dibahas Mu'tazilah, Jabariyah, atau Ahlus Sunnah wal Jama'ah.


Sensuous Senses

Masalah perbuatan manusia dan hasilnya sebenarnya tidak serumit seperti yang dibahas para ahli kalam. Kerumitan timbul karena dilakukan pencampuran antara pembahasan perbuatan Allah dengan perbuatan manusia dan khasiat makhluk. Padahal, perbuatan Allah itu di luar jangkauan akal manusia. Tidak ada gunanya membahas perbuatan Allah; itu sama saja dengan membahas apa yang ada sebelum alam semesta ada. Lagipula, sejak awal yang dibahas dalam masalah qadha' dan qadar yaitu perbuatan manusia. Cukuplah kalau yang dibahas perbuatan dan khasiat manusia saja.

Baik perbuatan maupun khasiat makhluk sama-sama merupakan hal yang dapat diindera manusia. Karena itu, masalah ini sebenarnya dapat diselesaikan cukup dengan berpikir.

Manusia hidup dalam dua wilayah. Wilayah pertama dikuasai manusia, sedangkan wilayah kedua di luar kuasa manusia. Di wilayah pertama, manusia mampu memilih. Manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas wilayah yang pertama. Wilayah kedua, baik manusia sukai atau tidak, merupakan ketentuan dari Allah sehingga tidak ada pertanggungjawaban atasnya. Manusia tidak punya pilihan selain menerima ketentuan Allah. Selesai perkaranya.

Contoh wilayah yang dikuasai manusia yaitu saya memilih untuk menulis makalah tentang qadha' dan qadar. Saya juga memilih untuk mengusahakan agar judul makalah ini menarik. Kemudian saya memilih menggunakan blog untuk memudahkan orang-orang membaca makalah saya. Anda sekalian yang memilih untuk membaca makalah ini mungkin akan memilih untuk berusaha keras memahami isi makalahnya. Pada akhirnya, Anda memilih untuk sepakat atau tidak dengan pandangan saya.

Contoh wilayah di luar kuasa manusia yaitu makalah ini selesai. Ingat bahwa selalu ada kemungkinan makalah ini tidak selesai! Menarik atau tidaknya judul makalah ini juga di luar kuasa saya. Saya juga tidak berkuasa untuk memastikan semua orang membaca makalah saya. Pun Anda sekalian yang membaca makalah ini paham atau tidak pada isinya bukan dalam kuasa saya.

Tunggu sebentar! Dari mana kita tahu bahwa Allahlah yang menentukan hasil perbuatan manusia? Allah merupakan pencipta dunia. Dia merupakan pihak yang memaksa dunia menerima hukum-hukum-Nya. Selain itu, Allah telah menyatakan dalam Al Qur'an bahwa Dialah yang menetapkan berbagai hal. Hanya Allah yang Maha Ada dan Maha Kuasa.

Khasiat makhluk pun bukan dalam kuasa manusia. Manusia hanya bisa memanipulasi dunia sesuai hukum-hukum alam, bukan membuat hukum alam. Manusia tidak punya andil sama sekali dalam khasiat makhluk. Manusia hanya diminta menggunakan khasiat makhluk sesuai aturan main Allah.


Designed Destiny

Oke, jadi Allah-lah yang menentukan hasil perbuatan. Perbuatan manusia tidak dapat memastikan hasil perbuatan sesuai keinginan. Kalau begitu, mungkinkah kita mendapat hasil yang kita inginkan tanpa berusaha? Itu mungkin. Selalu ada kemungkinan berhasil tanpa berusaha, tapi kemungkinannya kecil, kecil, kecil sekali; perbuatan manusia merupakan hal yang memperbesar peluang tercapainya keberhasilan. Makin keras usaha, makin besar peluang berhasil, namun tetap saja belum tentu keberhasilan tercapai.

Jadi, seberapa besar penerimaan masyarakat terhadap Islam bukan dalam kuasa manusia. Yang dalam kuasa manusia yaitu pilihan untuk diam atau berusaha keras menyampaikan Islam.

Apakah saat ini manusia hidup sejahtera atau sengsara juga bukan dalam kuasa manusia. Yang dalam kuasa manusia yaitu pilihan untuk hidup dengan aturan yang menyejahterakan atau hidup dengan aturan yang menyengsarakan.

Apakah manusia tahu atau tidak mengenai Islam pun bukan dalam kuasa manusia. Yang dalam kuasa manusia yaitu pilihan untuk belajar Islam atau acuh tak acuh terhadap Islam.

Bagi kepala rumah keluarga, apakah kebutuhan keluarga tercukupi atau tidak bukan dalam kuasanya. Yang dalam kuasanya yaitu pilihan untuk bekerja seadanya atau bekerja membanting tulang.

Bagi pelajar, bagusnya nilai bukan dalam kuasanya. Yang dalam kuasanya yaitu pilihan untuk santai atau belajar mati-matian.

Pokoknya manusia hanya bisa berusaha terus-menerus sekeras mungkin. Hasil usaha manusia sepenuhnya merupakan ketetapan Allah.

Mengenai khasiat makhluk, manusia juga terpaksa menerimanya. Tidak ada yang salah dengan tajamnya pisau. Yang jadi masalah yaitu untuk apa pisau tersebut digunakan. Juga tidak ada yang salah dengan kesetaraan antara massa dan energi yang memungkinkan dikembangkannya teknologi nuklir. Yang jadi masalah yaitu untuk apa teknologi nuklir tersebut dikembangkan.

Berpikir merupakan khasiat akal. Dengannya, manusia bisa membedakan mana benar mana salah sehingga bisa merumuskan bagaimana seharusnya dia hidup. Manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas pemanfaatan potensi akalnya.

Kebutuhan jasmani merupakan khasiat makhluk hidup. Dengannya, kelangsungan hidup manusia bisa terjaga. Manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas caranya memenuhi kebutuhan jasmani.

Keinginan memiliki kekayaan dan ilmu, dorongan seksual, dan keinginan memenangkan persaingan juga merupakan khasiat makhluk hidup. Dengannya, keberadaan diri dan kelangsungan jenis terjaga. Manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas caranya memenuhi kebutuhan naluri.

Semua benda di dunia memiliki khasiat-khasiat yang khas. Dengannya, peluang berhasil manusia bisa makin besar. Manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas pemanfaatan benda-benda di dunia.


Concrete Conclusions

Pembahasan qadha' dan qadar merupakan hal yang tidak perlu. Yang perlu dibahas yaitu bahwa hal-hal di luar kuasa manusia, disukai atau tidak, Allahlah yang menentukan dan bahwa khasiat makhluk, disukai atau tidak, juga Allahlah yang menentukan. Tak ada yang manusia bisa lakukan kecuali menerimanya.

Tapi pada kenyataannya, pembahasan qadha' dan qadar terjadi. Kalau memang dipaksa menjawab apa itu "qadha' dan qadar", saya jawab itu tidak ada artinya. Kalau qadha', merujuk pada Al Qur'an, bermakna segala hal di luar kuasa manusia, yang merupakan ketentuan Allah. Sementara qadar, juga merujuk pada Al Qur'an, bermakna khasiat makhluk.

Manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas qadha' atau qadar. Manusia hanya akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihannya dalam wilayah yang dalam kuasanya serta pemanfaatannya atas khasiat makhluk.

و هـديـنـاه الـنـجـديـن (الـبـلـد: ١٠)
"Dan telah Kami tunjukkan padanya dua jalan." (Al Balad ayat 10)
فـألـهـمـهـا فـجـورهـا و تـقـواهـا (الـشـمـس: ٨)
"Maka Allah mengilhamkan padanya kefasikan dan ketakwaan." (Asy Syams ayat 8)
كـل نـفـس بـمـا كـسـبـت رهـيـنـة (الـمـدثـر: ٣٨)
"Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya." (Al Muddatstsir ayat 38)

Dengan pengetahuan keberadaan wilayah dalam kuasa manusia, wilayah di luar kuasa manusia, dan khasiat makhluk, muslim seharusnya tenang dalam menjalani hidup. Muslim tidak akan terlalu cemas akan hasil. Yang muslim cemaskan yaitu sejauh mana perbuatannya untuk meraih hasil.


Rujukan

[1] Hafidz Abdurrahman, Islam: Politik dan Spiritual (Singapore: Penerbit Lisan Ul-Haq, 1998), hlm. 139
[2] Muhammad Maghfur W., Koreksi atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam (Bangil: Penerbit Al-Izzah, 2002), hlm. 16
[3] Abdurrahman, op.cit., hlm. 139-140
[4] Maghfur W., op.cit., hlm. 17-19
[5] Abdurrahman, op.cit., hlm. 140
[6] Maghfur W., op.cit., hlm. 18, 25
[7] Ibid., hlm. 32-35
[8] Abdurrahman, op.cit., hlm. 140-142
[9] Maghfur W., op.cit., hlm. 38-40
[10] Taqiyuddin An Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam (Nizham Al Islam), terj. Abu Amin dkk. (Bogor: Pustaka Thariqul 'Izzah, 2003), hlm. 22
[11] Abdurrahman, op.cit., hlm. 142
[12] An Nabhani, loc.cit.
[13] Maghfur W., op.cit., hlm. 41-42
[14] Abdurrahman, op.cit., hlm. 142-143
[15] An Nabhani, loc.cit.
[16] Maghfur W., op.cit., hlm. 43-46

Senin, 16 Juni 2008

Percaya Nggak

Suatu ajaran pasti memiliki sejumlah asumsi-asumsi sebagai pondasinya. Kebenaran ajaran tersebut ditentukan oleh kebenaran asumsi-asumsi tadi. Untuk agama, asumsi-asumsi tadi biasa disebut dengan keimanan atau akidah. Dari keimanan atau akidah, diturunkan berbagai-bagai aturan hidup. Dengan demikian, keimanan atau akidah merupakan sesuatu yang sangat penting.

Terdapat klaim bahwa hanya Islam agama yang benar. Tentu klaim ini benar jika dan hanya jika akidah Islam benar. Dalam makalah ini, akan dipaparkan sejumlah pasal yang berkaitan dengan akidah.


Meticulous Method

Sesuatu yang benar tidak mungkin salah dan sesuatu yang salah tidak mungkin benar. Dengan demikian, akidah yang benar harus benar-benar benar. Akidah yang benar tidak boleh 99,99% benar melainkan harus 100% benar. Rupanya, tidak semua metode pembuktian akidah mampu menghasilkan kesimpulan pasti. Dengan demikian, kita tidak boleh sembarangan dalam memilih metode pembuktian akidah. Dalam pasal ini, akan dijelaskan dua metode populer untuk membuktikan akidah; metode yang satu benar sedangkan yang lainnya tidak pasti benar.

Dalam metode mantiq, kesimpulan diperoleh dari logika analogi-silogisme. Dibutuhkan sejumlah premis untuk menghasilkan kesimpulan. Kualitas kesimpulan sepenuhnya bergantung pada kualitas premis. Yang jadi masalah yaitu bahwa dalam hal akidah, banyak sifat pencipta yang tidak dapat dianalogikan dengan sifat makhluk. Akal hanya dapat menjangkau bahwa pencipta itu mutlak adanya dan bahwa pencipta itu tidak terikat batasan. Sifat lain dari pencipta tidak dapat dijangkau akal. Akhirnya, terdapat ketidakpastian dalam premis. Metode mantiq, seperti yang banyak digunakan dalam ilmu kalam, tidak dapat menghasilkan akidah yang pasti.

Dalam metode penginderaan (hissiyyah), kesimpulan diperoleh dari data-data penginderaan atau pengamatan. Cakupan kesimpulan tidak akan melebihi cakupan penginderaan yang dilakukan. Kemampuan penginderaan manusia memang terbatas, namun kesimpulan yang didapat dari pengamatan merupakan sesuatu yang pasti selama tidak ada unsur analogi-silogisme dalam pengambilan kesimpulannya.

Sebagai contoh untuk menggambarkan cara kerja kedua metode di atas, umpamakan kita mendengar suara menderu dan tidak dapat melihat sumber suara tersebut. Untuk menghasilkan kesimpulan mengenai suara tadi menggunakan metode mantiq, dibutuhkan premis bahwa kendaraan bermotor mengeluarkan suara menderu. Dari premis tadi dan premis bahwa suara yang kita dengar memang suara menderu, disimpulkan bahwa suara yang kita dengar berasal dari kendaraan bermotor. Apakah kesimpulan ini benar?

Kesimpulan tadi belum tentu benar. Ada kemungkinan bahwa sumber suara tersebut bukan kendaran bermotor. Kesimpulan yang benar yaitu bahwa kemungkinan besar suara menderu yang kita dengar berasal dari kendaraan bermotor. Tapi bahkan "kesimpulan" ini pun tidak memastikan sesuatu. Sementara itu, akidah harus pasti.

Jika hanya metode penginderaan yang digunakan, kesimpulannya tidak akan meragukan. Jika terdengar suara, kesimpulannya yaitu ada yang menimbulkan suara tersebut. Tidak akan ada kesimpulan lebih jauh mengenai hakikat sumber suara selama tidak dilakukan penginderaan terhadap sumber suara. Dengan demikian, kesimpulan dari metode penginderaan merupakan kesimpulan yang pasti.

Akidah harus pasti. Hanya metode penginderaan yang mampu menghasilkan kesimpulan pasti. Jadi, akidah harus dibina menggunakan metode penginderaan.


Fundamental Faith

Dalam makalah Solusi Hidup, ditunjukkan bahwa akal mampu mengindera keberadaan pencipta, kebenaran Al Qur'an, dan kerasulan Muhammad. Dari penginderaan terhadap isi Al Qur'an, dapat diketahui sejumlah hal sebagai poin-poin akidah Islam.

كـل ءامـن بـالله و مـلآءكـتـه ي و كـتـبـه ي و رسـلـه ي لا نـفـرق بـيـن أحـد مـن رسـلـه ي (الـبـقـرة: ٢٨٥)
"Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun dari rasul-rasul-Nya," ... " (Al Baqarah ayat 285)
و لا كـن الـبـر مـن ءامـن بـالله و الـيـوم الأخـر و الـمـلآءكـة و الـكـتـاب و الـنـبـيـيـن (الـبـقـرة: ١٧٧)
" ... tetapi sesungguhnya kebaikan itu yaitu beriman pada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi ... " (Al Baqarah ayat 177)
شـهـد الله أنـه و لآإلـه إلا هـو و الـمـلآءكـة و أولـوا الـعـلـم قـآءمـا بـالـقـسـط (آل عـمـران: ١٨)
"Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan melainkan Dia, Yang Maha Menegakkan Keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang beriman (juga menyatakan demikian) ... " (Ali Imran ayat 18)
و مـن يـكـفـر بـالله و مـلآءكـتـه ي و كـتـبـه ي و رسـلـه ي و الـيـوم الأخـر فـقـد ضـل ضـلـلا بـعـيـدا (الـنـسـاء: ١٣٦)
" ... Dan siapa yang mengingkari Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, maka sungguh dia telah sesat sejauh-jauhnya." (An Nisa ayat 136)
و أن الـذيـن لا يـؤمـنـون بـالأخـرة أعـتـدنـا لـهـم عذابـا ألـيـمـا (الإسـراء: ١٠)
"Dan sungguh orang-orang yang tidak beriman pada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih." (Al Isra ayat 10)

Akidah yaitu pembenaran yang pasti atas dunia, sebelum dan sesudah dunia, serta hubungan dunia dengan sebelum dan sesudah dunia. Dalam Islam, secara praktis, akidah yaitu percaya pada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, dan hari akhir. Selama Allah tidak memberi informasi, tidak akan ada, misalnya, kesimpulan pasti mengenai zat Allah, malaikat, atau waktu terjadinya kiamat. Akidah harus dibina menggunakan metode penginderaan.


Corrupt Conjecture

Secara empiris, dapat kita lihat bahwa metode yang tidak dapat menghasilkan kepastian tidak dapat digunakan untuk membina akidah yang pasti. Secara normatif, Allah telah mengecam ketidakpastian akidah.

إن هـي إلا أسـمـآء سـمـيـتـمـوهـآ أنـتـم و ءابـاؤكـم مـآ أنـزل الله بـهـا مـن سـلـطـان إن يـتـبـعـون إلا الـظـن (الـنـجـم: ٢٣)
"Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu ada-adakan; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentangnya. Sungguh tidaklah mereka mengikuti kecuali sangkaan-sangkaan ... " (An Najm ayat 23)
إن الـذيـن لا يـؤمـنـون بـالأخـرة لـيـسـمـون الـمـلآءكـة تـسـمـيـة الأنـثـا ى و مـا لـهـم بـه ي من عـلـم إن يـتـبـعـون إلا الـظـن و إن الـظـن لا يـغـنـي مـن الـحـق شـيءا (الـنـجـم: ٢٧-٢٨)
"Sungguh orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat menamai malaikat dengan nama perempuan. Dan tidaklah mereka memiliki pengetahuan tentang itu. Sungguh tidaklah mereka mengikuti kecuali sangkaan-sangkaan. Dan sungguh sangkaan itu tidak berguna sedikitpun untuk mendapat kebenaran." (An Najm ayat 27-28)
و مـا يـتـبـع أكـثـرهـم إلا ظـنـا إن الـظـن لا يـغـنـي مـن الـحـق شـيءا (يـونـس: ٣٦)
"Dan tidaklah mengikuti kebanyakan dari mereka melainkan sangkaan. Sungguh sangkaan itu tidak berguna sedikitpun untuk mendapat kebenaran ... " (Yunus ayat 36)

Closing Conclusion

Dengan akal, mari buktikan bahwa pencipta itu ada, Al Qur'an itu benar, dan Muhammad itu rasul. Tapi, tanpa informasi dari Allah, jangan sekali-kali memikirkan zat Allah, sifat Allah yang tidak Dia sampaikan, zat malaikat, dan sebagainya.

هـو الـذي أنـزل الـسـكـيـنـة فـي قـلـوب الـمـؤمـنـيـن لـيـزدادوآ إيـمـانـا مـعـا إيـمـانـهـم (الـفـتـح: ٤)
"Dialah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang beriman supaya bertambah keimanan mereka di samping keimanan yang sudah ada ... " (Al Fath ayat 4)