Sabtu, 31 Agustus 2013

On Astronomy

Apa yang dipelajari dalam astronomi?
Dalam astronomi, dipelajari kelakuan benda-benda langit menggunakan konsep-konsep fisika dan matematika. Ranah kajiannya mulai dari Tata Surya, sistem bintang, galaksi, hingga alam semesta secara keseluruhan. Konsep-konsep bidang ilmu selain fisika dan matematika juga sering digunakan untuk menunjang kajian astronomis.

Sabtu, 13 Juli 2013

Masalah Global

Sebagai pengantar artikel ini, silakan baca Bulan yang Jadi Bulan-Bulanan!

Saya mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa awal dan akhir Ramadhan ditentukan melalui rukyat global. Masalah yang mungkin timbul yaitu jika informasi hilal terlambat diterima. Alhamdu lillah solusinya sudah jelas yakni harus mengganti puasanya di bulan lain jika terkait dengan awal Ramadhan atau menyelenggarakan salat id pada 2 Syawal jika terkait dengan akhir Ramadhan.

Saya menduga masih ada masalah lain terkait dengan garis batas tanggal internasional. Garis ini ada di sekitar bujur 180°. Waktu pada barat garis ini tepat 24 jam setelah waktu pada sisi timurnya. Jadi jika bepergian dan melintasi garis ini dari timur ke barat, kalender yang kita gunakan harus dimajukan sehari. Kalender kita mundurkan sehari jika pergerakannya dari barat ke timur.

Masalahnya yaitu saya tidak tahu masalahnya. Serius ini!


Exemplary Experiment

Untuk mengungkap masalahnya, jika memang ada, saya membuat simulasi teramatinya hilal pada berbagai bujur. Untuk menyederhanakan masalah, saya hanya meninjau perbedaan bujur lokasi. Selain itu, saya menganggap hilal teramati pada pukul 18:00 dan garis batas tanggal internasional berupa garis bujur 180°. Berikut contoh kasus yang saya temukan.

Tabel 1. Simulasi perbedaan waktu lokal ketika hilal teramati.
bujur lokasi kasus 1 kasus 2
150°BB 9 Oktober 18:00
(hilal nampak)
8 Oktober 22:00
120°BB 9 Oktober 20:00 9 Oktober 00:00
90°BB 9 Oktober 22:00 9 Oktober 02:00
60°BB 10 Oktober 00:00 9 Oktober 04:00
30°BB 10 Oktober 02:00 9 Oktober 06:00
10 Oktober 04:00 9 Oktober 08:00
30°BT 10 Oktober 06:00 9 Oktober 10:00
60°BT 10 Oktober 08:00 9 Oktober 12:00
90°BT 10 Oktober 10:00 9 Oktober 14:00
120°BT 10 Oktober 12:00 9 Oktober 16:00
150°BT 10 Oktober 14:00 9 Oktober 18:00
(hilal nampak)

Untuk menganalisis simulasi tadi, saya menggunakan asumsi bahwa subuh terjadi pada pukul 05:00. Pun saya mengabaikan variasi gerak benda langit pada lintang yang berbeda. Berikut ilustrasi kedua kasus yang saya buat.

Gambar 1. Ilustrasi kasus ketika hilal pertama teramati pada 150°BB. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Sejauh yang saya pahami pada kasus pertama, puasa dimulai tanggal 10 Oktober. Daerah hijau menandai kawasan yang dapat memulai puasa pada tanggal ini, sementara daerah merah menandai kawasan yang tidak sempat berniat puasa sehingga harus mengganti sehari puasanya di bulan lain.

Gambar 2. Ilustrasi kasus ketika hilal pertama teramati pada 150°BT. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Sejauh yang saya pahami pada kasus kedua, puasa dimulai tanggal 10 Oktober. Daerah hijau menandai kawasan yang dapat memulai puasa pada tanggal ini, sedangkan daerah biru menandai kawasan yang, ternyata, membingungkan saya. Daerah biru masih berada pada tanggal 8 Oktober sehingga tidak perlu berpuasa keesokan harinya jika dianggap bahwa puasa dimulai tanggal 10 Oktober.

Ternyata memang ada masalah. Sumber masalahnya yaitu garis batas tanggal internasional. Pada kasus kedua di atas, kawasan sekitar 150°BB merupakan kawasan yang tidak jauh dari lokasi teramatinya hilal. Saya tidak nyaman dengan kesimpulan awal bahwa kawasan ini harus menunggu sehari setelah hilal teramati untuk memulai puasa. Saya galau.


Backtrack, We have To

Mari kita kembali pada dalil-dalil awal dan akhir Ramadhan, yang dapat dilihat dalam Bulan yang Jadi Bulan-Bulanan! Semua dalil menunjukkan dengan jelas bahwa Ramadhan diawali dan diakhiri dengan rukyat hilal. Seruan ini berlaku umum untuk muslim di manapun; begitu seorang muslim menerima kabar hilal, dia harus bersiap untuk puasa keesokan harinya. Mari kita lupakan sejenak adanya konsep garis batas tanggal internasional!

Mari kita pusatkan perhatian pada garis bujur lokasi yang pertama kali dapat melihat hilal! Garis ini dan perpanjangannya membagi permukaan Bumi menjadi dua daerah tanpa menghiraukan tanggalnya, yakni 1) daerah yang akan menyusul melihat hilal dan 2) daerah yang sudah tertinggal melihat hilal. Daerah yang akan menyusul melihat hilal jelas harus bersiap puasa besoknya. Sementara itu, daerah yang telah tertinggal melihat hilal terbagi menjadi dua daerah.

Di timur lokasi yang pertama kali dapat melihat hilal, ada kawasan yang dapat menerima kabar teramatinya hilal sebelum subuh dan ada yang sesudahnya. Kawasan pertama sempat berniat puasa, sedangkan kawasan kedua tidak. Jadi, kawasan di timur garis batas subuh ini harus mengganti sehari puasanya di bulan lain. Lokasi garis batas subuh ini berubah-ubah karena lokasi teramatinya konjungsi Bulan-Matahari juga berubah-ubah.

Gambar 3. Ilustrasi daerah yang akan menyusul melihat hilal dan daerah yang sudah tertinggal melihat hilal. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Insya Allah analisis di atas tetap mengikuti makna lafal dalil. Yang menyenangkan saya yaitu masalah seputar garis batas tanggal internasional terselesaikan. Saya sudah agak tenang.


Finale

Kesimpulan akhir saya yaitu bahwa lokasi yang pertama melihat hilal menjadi batas dua daerah. Daerah di barat lokasi ini harus memulai puasa keesokan harinya menurut tanggal lokal, sedangkan daerah di timurnya dianggap telah melewatkan hilal pada sore hari menurut tanggal lokal. Berikut perbaikan ilustrasi analisis kedua kasus simulasi saya.

Gambar 4. Ilustrasi kasus ketika hilal pertama teramati pada 150°BB. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!
Gambar 5. Ilustrasi kasus ketika hilal pertama teramati pada 150°BT. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!
Alhamdu lillah.

Rabu, 10 Oktober 2012

Pergerakan Sang Bintang

Dalam Pengumpulan Data dalam Astronomi, telah dipaparkan cara menandai posisi benda langit dengan merujuk pada perluasan khatulistiwa Bumi pada bola langit. Biasanya, rujukan posisi diharapkan tidak banyak berpindah sehingga dapat digunakan kapanpun. Ternyata sepanjang tahun, posisi Bumi berubah-ubah. Apa dampak dari ini?

Mari bayangkan kita sedang menatap sebuah perahu di tengah danau belasan meter di depan kita! Kalau kita bergeser ke kanan dan ingin tetap menatap perahu, maka kita harus memutar pandangan ke kiri. Makin jauh kita bergeser, makin besar pula sudut putaran pandangan kita.

Kini, mari kita bayangkan perahu tadi berjarak puluhan meter di depan kita! Untuk pergeseran tertentu, sudut putaran pandangannya lebih kecil dibandingkan jika perahunya lebih dekat. Hal serupa berlaku juga untuk posisi bintang jika dilihat dari Bumi.


How It Works

Bumi mengitari Matahari dalam lintasan berbentuk hampir lingkaran. Dengan demikian, posisi Bumi berubah-ubah. Padahal, khatulistiwa dan titik Aries merupakan rujukan kebumian. Jadi seperti pada kasus pengamatan perahu dari tepi danau, terjadi perubahan posisi bintang. Ilustrasi pergeseran posisi bintang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Perubahan posisi bintang terhadap rujukan kebumian karena pergerakan Bumi mengelilingi Matahari.

Pada gambar di atas, a yaitu jarak rata-rata Matahari-Bumi, d jarak Matahari-bintang, \theta yaitu sudut pisah antara Matahari dan bintang dari Bumi, dan p yaitu pergeseran posisi bintang, dilihat dari Bumi, terhadap posisinya jika dilihat dari Matahari. Dari teorema sinus segitiga, didapat hubungan berikut.

\frac{\sin p}{a}=\frac{\sin\theta}{d} \\ \Rightarrow \sin p=\frac{a}{d}\sin\theta \cdots\cdots\left(1\right)

Suku \tfrac{a}{d} bernilai konstan dan didefinisikan sebagai sinus sudut paralaks bintang P.

\\\sin P=\frac{a}{d} \cdots\cdots\left(2a\right) \\ \sin p=\sin P\sin\theta \cdots\cdots\left(2b\right)

Sudut p dan P bernilai kecil sehingga dapat dilakukan pendekatan berikut.

\\ p\approx P\sin\theta \cdots\cdots\left(3\right)

Nilai a dan \theta dapat diukur, namun tidak demikian dengan p karena tidak diketahui sudah sejauh apa bintang tersebut bergeser. Dengan demikian, yang diukur yaitu perubahan posisi bintang untuk selang waktu setengah tahun sehingga didapat nilai p_1+p_2.

\left(p_1+p_2\right)\approx\frac{a}{d}\left(\sin\theta_1+\sin\theta_2\right) \\ \Rightarrow d\approx a\left(\frac{\sin\theta_1+\sin\theta_2}{\left(p_1+p_2\right) \text{radian}}\right) \cdots\cdots\left(4a\right) \\ \Rightarrow d\approx 206265\left(\frac{\sin\theta_1+\sin\theta_2}{\left(p_1+p_2\right) \text{detikbusur}}\right) \text{SA} \cdots\cdots\left(4b\right)

Celestial Scene

Dari Bumi, bintang terlihat bergerak menempuh lintasan elips yang sumbu semimayornya sejajar dengan ekliptika. Makin dekat bintang tersebut ke ekliptika, makin pendek sumbu semiminornya; bintang yang terletak tepat di ekliptika bergerak bolak-balik pada garis lurus. Tiap satu tahun, bintang kembali ke posisinya semula. Gambar berikut mengilustrasikan gerakan paralaks bintang. Makin panjang sumbu semimayor lintasan paralaks, makin dekat bintang tersebut dari Matahari.

Gambar 2. Perubahan posisi bintang pada bola langit, dibandingkan dengan perubahan tahunan asensiorekta dan deklinasi Matahari.

Posisi tiap saat bintang berhubungan dengan posisi Matahari; di lintasan paralaksnya, bintang akan menempati posisi terdekat dengan Matahari.


Compromised Coordinates

Untuk bintang yang diketahui asensiorekta, deklinasi, dan paralaksnya, dapat diketahui asensiorekta dan deklinasi teramati akibat paralaks. Untuk keperluan ini, dibutuhkan data asensiorekta dan deklinasi Matahari saat pengamatan.

Tinjaulah gambar berikut!

Gambar 3. Sejumlah titik rujukan untuk menghitung asensiorekta dan deklinasi teramati bintang.

Pada gambar di atas, X yaitu pusat dari lintasan paralaks bintang, yang juga berarti posisi bintang jika dilihat dari Matahari, X_j yaitu posisi bintang pada pengamatan ke-j, S_j yaitu posisi Matahari pada pengamatan ke-j, dan N yaitu kutub utara langit. Dengan titik-titik ini sebagai rujukan, dapat dibangun segitiga bola berikut.

Gambar 4. Segitiga bola untuk menghitung besar pergeseran posisi bintang serta asensiorekta dan deklinasi teramatinya.

Pada segitiga bola di atas, \delta_X dan \alpha_X yaitu deklinasi dan asensiorekta bintang, \delta_{X'} dan \alpha_{X'} yaitu deklinasi dan asensiorekta teramati bintang, X yaitu pusat lintasan paralaks bintang, X' yaitu posisi teramati bintang, \delta_{Sun} dan \alpha_{Sun} yaitu deklinasi dan asensiorekta Matahari, p yaitu jarak bintang dari pusat lintasan paralaks bintang, dan \theta yaitu sudut pisah antara bintang dan Matahari.

Dari teorema kosinus segitiga bola, didapat hubungan berikut.

\cos\left(p+\theta\right)
\\ =\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\left(90^\circ-\delta_{Sun}\right)+\cdots
\\ \cdots +\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\sin\left(90^\circ-\delta_{Sun}\right)\cos\left(\alpha_X-\alpha_{Sun}\right)
\\ =\sin\delta_X\sin\delta_{Sun}+\cos\delta_X\cos\delta_{Sun}\cos\left(\alpha_X-\alpha_{Sun}\right)
\\ \Rightarrow p+\theta \\ =\arccos\left[\sin\delta_X\sin\delta_{Sun}+\cos\delta_X\cos\delta_{Sun}\cos\left(\alpha_{Sun}-\alpha_X\right)\right] \cdots\cdots\left(5\right)

Berikutnya dari hubungan (2b), dapat dihitung besar pergeseran posisi bintang.

\sin p=\sin P\sin \left[\left(p+\theta\right)-p\right] \\ =\sin P\left[\sin\left(p+\theta\right)\cos p-\cos\left(p+\theta\right)\sin p\right] \\ = \left[\sin P\sin \left(p+\theta\right)\right]\cos p-\left[\sin P\cos\left(p+\theta\right)\right]\sin p \\ \Rightarrow \left[1+\sin P\cos\left(p+\theta\right)\right]\sin p=\left[\sin P\sin\left(p+\theta\right)\right]\cos p \\ \Rightarrow p=\arctan\left[\frac{\sin P\sin\left(p+\theta\right)}{1+\sin P\cos\left(p+\theta\right)}\right] \cdots\cdots\left(6\right)

Akan dihitung besar \angle SXN menggunakan teorema kosinus segitiga bola.

\cos\left(90^\circ-\delta_{Sun}\right) \\ =\cos\left(p+\theta\right)\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)+\sin\left(p+\theta\right)\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\angle SXN \\ \Rightarrow \sin\delta_{Sun}=\cos\left(p+\theta\right)\sin\delta_X+\sin\left(p+\theta\right)\cos\delta_X\cos\angle SXN \\ \Rightarrow \cos\angle SXN=\frac{\sin\delta_{Sun}-\cos\left(p+\theta\right)\sin\delta_X}{\sin\left(p+\theta\right)\cos\delta_X} \\ \Rightarrow \angle SXN=\arccos\left[\frac{\sin\delta_{Sun}-\cos\left(p+\theta\right)\sin\delta_X}{\sin\left(p+\theta\right)\cos\delta_X}\right] \cdots\cdots\left(7\right)

Masih menggunakan teorema kosinus segitiga bola, dapat dihitung deklinasi teramati bintang.

\\\cos\left(90^\circ-\delta_{X'}\right)=\cos p\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)+\sin p\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\angle SXN \\ \sin\delta_{X'}=\cos p\sin\delta_X+\sin p\cos\delta_X\cos\angle SXN \\ \delta_{X'}=\arcsin\left(\cos p\sin\delta_X+\sin p\cos\delta_X\cos\angle SXN\right) \cdots\cdots\left(8\right)

Akhirnya menggunakan teorema empat bagian segitiga bola, bisa dihitung asensiorekta teramati bintang.

\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\angle SXN
\\=\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\cot p-\sin\angle SXN\cot\Delta\alpha \\ \Rightarrow \sin\delta_X\sin\angle SXN=\cos\delta_X\cot p-\sin\angle SXN\cot\Delta\alpha \\ \Rightarrow \cot\Delta\alpha=\frac{\cos\delta_X\cot p-\sin\delta_X\cos\angle SXN}{\sin\angle SXN} \\ \Rightarrow \Delta\alpha=\arctan\left(\frac{\sin\angle SXN}{\cos\delta_X\cot p-\sin\delta_X\cos\angle SXN}\right) \cdots\cdots\left(9\right)

Jadi alih-alih terlihat pada koordinat \alpha_X dan \delta_X, bintang akan terlihat pada koordinat \alpha\pm\Delta\alpha dan \delta_{X'}.

Selesai!


Bacaan

A. E. Roy dan D. Clarke, Astronomy: Principles and Practice (Philadelphia: Institute of Physics Publishing), hlm. 125