Selasa, 27 Desember 2011

Pengumpulan Data dalam Astronomi

Objek yang dikaji dalam astronomi yaitu benda langit. Padahal, benda langit ada banyak. Di Tata Surya saja, ada sebuah bintang, delapan planet, ratusan satelit, ribuan asteroid, puluhan benda kecil, dan ribuan komet. Untuk menghindari kebingungan, disusun cara menyatakan posisi benda langit.

Umumnya, astronom mengamati benda langit dari permukaan Bumi. Dari permukaan Bumi, benda langit tampak bergerak pada bola langit. Inilah sebabnya rujukan kebanyakan sistem koordinat langit berupa besaran-besaran kebumian. Dalam pencatatan posisi benda langit, Bumi dianggap sebagai pusat langit. Selain itu, informasi jarak tidak disertakan.


It Works, Globally

Dalam Alamat Bintang, dijelaskan sistem koordinat horizon. Tinjaulah kasus pengamatan di khatulistiwa! Lintasan Matahari tegak lurus terhadap bidang cakrawala. Di utara khatulistiwa, lintasan Matahari condong ke selatan. Sementara itu di selatan khatulistiwa, lintasan Matahari condong ke utara. Dengan demikian, sistem koordinat horizon berlaku lokal, bukan global.

Pengamatan dapat dilakukan di mana saja. Jika data pengamatan disampaikan pada pengamat dari lokasi lain menggunakan sistem koordinat horizon, dapat terjadi kebingungan. Karena itu, dikembangkan sistem koordinat ekuatorial, yang berlaku global. Sistem koordinat ini pada dasarnya merupakan perluasan sistem koordinat geografi ke bola langit. Rujukan sistem ini yaitu ekuator langit dan titik Aries. Titik Aries yaitu posisi Matahari ketika tepat di ekuator langit dan Belahan Bumi Utara mengalami musim semi.

Gambar 1. Posisi-posisi Bumi saat ekuinoks dan titik balik Matahari. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Dalam sistem koordinat geografi, posisi lokasi terhadap ekuator disebut lintang, sedangkan posisi lokasi terhadap Greenwich disebut bujur. Sementara itu dalam sistem koordinat langit, posisi benda langit terhadap ekuator langit disebut deklinasi, sedangkan posisi benda langit terhadap titik Aries disebut asensiorekta. Nilai deklinasi bervariasi dari -90° hingga 90°, dengan tanda negatif berarti di selatan ekuator. Nilai asensiorekta bervariasi dari 0h hingga 24h, diukur ke arah timur, dengan 1h sama dengan 15°.

Gambar 2. Koordinat ekuatorial merupakan perluasan koordinat geografi ke bola langit. Ekuator langit sebidang dengan ekuator Bumi. Ekliptika yaitu posisi tahunan Matahari terhadap bola langit. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

To Move, Or Not To Move

Benda langit sebenarnya memang bergerak, namun pergerakannya sangat kecil jika dilihat dari Bumi. Penampakan bergeraknya benda langit dari timur ke barat terutama disebabkan oleh rotasi Bumi. Selain itu, garis edar benda langit akan berbeda jika dilihat dari lintang yang berbeda.

Gambar 3. Orientasi pengamat pada lintang 0°, 30°LU, 60°LS, dan 90°LS terhadap ekuator. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Jika ditinjau dari bidang pengamatan, yang bervariasi yaitu orientasi ekuator terhadap bidang pengamatan. Hal ini ditunjukkan pada gambar di bawah.

Gambar 4. Variasi orientasi ekuator terhadap bidang pengamatan pada lintang 0°, 30°LU, 60°LS, dan 90°LS. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Jika orientasi ekuator terhadap bidang pengamatan diketahui, dapat diketahui pula garis edar benda langit dengan deklinasi tertentu. Pada gambar di bawah, ditunjukkan garis edar Matahari pada tanggal 21 Desember, yang deklinasinya -23,5°.

Gambar 5. Garis edar Matahari pada tanggal 21 Desember di lintang 0°, 30°LU, 60°LS, dan 90°LS. -- Klik pada gambar untuk memperbesar!

Lintasan benda langit sejajar dengan ekuator. Selain itu jika deklinasinya negatif, lintasan benda langit berada di selatan ekuator.


Look Into Infinity and Beyond

Tanpa alat bantu, planet tampak sebagai titik bercahaya di langit. Tidak banyak yang dapat diketahui tentang titik bercahaya ini selain tentang posisi dan pola geraknya.

Dengan teleskop, dapat diamati bentuk planet. Hal ini dimungkinkan oleh sifat pembiasan cahaya ketika melewati lensa. Dalam konteks teleskop, lensa yang banyak digunakan yaitu lensa cembung. Pada lensa cembung, 1) berkas sinar sejajar dikumpulkan di titik fokus dan 2) berkas sinar yang melewati pusat lensa diteruskan tanpa dibelokkan.

Gambar 6. Berkas sinar yang melalui lensa cembung untuk kasus terbentuknya bayangan nyata.

Jika f yaitu titik fokus, s posisi benda, dan s' posisi bayangan benda, berlaku hubungan berikut.

\\\frac{1}{s}+\frac{1}{s'}=\frac{1}{f}\cdots\cdots\left(1\right)

Perbesaran bayangan, M, dirumuskan sebagai berikut.

M=\frac{s'}{s}\\\Rightarrow M=\frac{f}{s-f}\cdots\cdots\left(2a\right)\\\Rightarrow M=\frac{s'-f}{f}\cdots\cdots\left(2b\right)

Bayangan nyata memiliki perbesaran positif, sedangkan bayangan maya memiliki perbesaran negatif.

Gambar 7. Berkas sinar yang melalui lensa cembung untuk kasus terbentuknya bayangan maya.

Bayangan maya lebih mudah dilihat daripada bayangan nyata. Ini karena bayangan maya selalu berada di depan lensa sehingga hampir selalu terlihat jika mata berada dekat dengan lensa. Sementara itu untuk melihat bayangan nyata, jarak mata dari lensa harus diatur sesuai dengan hubungan (1). Karena itu jika mata yang digunakan untuk melihat bayangan benda, sebaiknya bayangan akhir yang terjadi merupakan bayangan maya. Posisi benda langit sangat jauh dari pengamat sehingga berkas sinar yang datang dapat dianggap sejajar. Dari asumsi ini dan hubungan (1), berlaku hubungan berikut pada lensa objektif.

\\s'_{obj}=\lim_{s_{obj}\to\infty}\frac{f_{obj}\cdot s_{obj}}{s_{obj}-f_{obj}}=f_{obj}\cdots\cdots\left(3\right)
Gambar 8. Sistem optik dengan dua lensa, seperti yang ada pada teleskop sederhana.

Bayangan lensa objektif bersifat nyata dan berfungsi sebagai benda bagi lensa okuler. Karena jarak bayangan ini dari okuler sama dengan fokus lensa okuler, berlaku hubungan berikut.

\\s'_{oku}=\lim_{s_{oku}\to\infty}\frac{f_{oku}\cdot s_{oku}}{s_{oku}-f_{oku}}=\infty\cdots\cdots\left(4\right)

Berikut persamaan perbesaran teleskop.

M_{tele}=\lim_{s_{obj}\to\infty ,s'_{oku}\to\infty}M_{obj}\cdot M_{oku}\\\Rightarrow M_{tele}=\lim_{s_{obj}\to\infty ,s'_{oku}\to\infty}\frac{s'_{obj}}{s_{obj}}\cdot\frac{s'_{oku}}{s_{oku}}\\\Rightarrow M_{tele}=\frac{s'_{obj}}{s_{oku}}\\\Rightarrow M_{tele}=\frac{f_{obj}}{f_{oku}}\cdots\cdots\left(5\right)

Measuring the Light

Fotometri yaitu pengukuran kecerlangan bintang. Tanpa alat bantu sekalipun, dapat ditentukan mana bintang yang lebih terang dari yang lainnya. Masalahnya yaitu "terang" atau "redup" merupakan penilaian subjektif; dibutuhkan penilaian baku yang objektif.

Kecerlangan bintang dinyatakan dalam besaran magnitudo melalui hubungan berikut.

m_2-m_1=-2,5\log\left(\frac{I_2}{I_1}\right)\cdots\cdots\left(6\right)

Besaran m yaitu magnitudo dan I yaitu fluks radiasi bintang. Fluks radiasi yaitu energi dari bintang per detik per luas area pada jarak tertentu dari bintang. Satuan fluks radiasi yaitu J.m-2.s-1. Makin terang suatu bintang, makin kecil magnitudonya.

Gambar 9. Foto gugus Pleiades. Bintang yang lebih terang nampak lebih besar. (NASA/ESA/AURA/Caltech/Palomar Observatory)

Fluks radiasi diterima pada jarak tertentu dari bintang. Jadi makin jauh jarak dari bintang, makin kecil fluksnya. Dampaknya yaitu kecerlangan bintang tergantung pada 1) energi yang dihasilkan per detik dan 2) jaraknya dari pengamat. Berikut perluasan hubungan (6).

m_2-m_1=-2,5\log\left(\frac{I_2}{I_1}\right)\\\Rightarrow m_2-m_1=-2,5\log\left(\frac{L_2/4\pi D_2^2}{L_1/4\pi D_1^2}\right)\\\Rightarrow m_2-m_1=-2,5\log\left(\frac{L_2}{L_1}\frac{D_1^2}{D_2^2}\right)\cdots\cdots\left(7\right)

Besaran L yaitu luminositas bintang dan D jarak bintang dari pengamat. Luminositas yaitu energi yang dipancarkan bintang per detik ke segala arah. Satuan untuk luminositas yaitu J.s-1.

Gambar 10. Contoh tampilan intensitas piksel foto bintang pada perangkat lunak Iris. Nilai intensitas piksel kedua bintang ditandai dengan kotak merah.

Dengan perangkat lunak pengolah citra, dapat dihitung nilai intensitas piksel foto bintang. Intensitas piksel jelas tidak sama dengan fluks radiasi, tetapi berbanding lurus dengan fluks radiasi. Dengan demikian jika diketahui perbandingan intensitas piksel dua bintang, dapat diketahui pula selisih magnitudo kedua bintang tersebut.


Spectrum of Stars

Spektroskopi yaitu penguraian cahaya bintang. Dari spektroskopi, dapat diketahui, di antaranya, jenis zat pada bintang.

Gambar 11. Spektrum langit, dengan garis-garis serapan unsur-unsur di atmosfer dan Matahari. (Eric Bajart/G. Maureen)

Setiap benda bertemperatur pasti memancarkan gelombang elektromagnetik. Jika temperaturnya rendah, kebanyakan sinarnya berupa inframerah. Jika temperaturnya sangat tinggi, kebanyakan sinarnya berupa ultraviolet. Jika sinar ini melalui prisma, akan terbentuk spektrum kontinu.

Gambar 12. Spektrum kontinu dari benda bertemperatur.
Gambar 13. Lava dengan temperatur 1.000-1.200°C. Lava memancarkan sinar pada semua panjang gelombang, namun yang paling tinggi intensitasnya yaitu sinar merah-kuning. (Hawaii Volcano Observatory)

Radiasi dengan frekuensi tertentu yang diterima gas bertekanan rendah digunakan untuk menaikkan tingkat energi elektron. Ketika elektron ini kembali ke tingkat energi semula, radiasi tadi dipancarkan kembali. Nilai frekuensi radiasi ini bergantung pada selisih tingkat energi elektron. Karena susunan elektron bersifat khas untuk tiap atom, frekuensi yang diserap dan dipancarkan akan berbeda untuk atom yang berbeda. Yang teramati oleh pengamat yaitu garis-garis terang pada frekuensi tertentu, tanpa disertai kontinum.

Gambar 14. Jika terdapat gas renggang di antara pengamat dan sumber radiasi, terjadi garis-garis serapan. Jika sumber radiasi tidak segaris dengan pengamat dan gas renggang, terjadi garis-garis emisi.

Spektrum energi sumber radiasi berupa spektrum kontinu pada semua panjang gelombang. Jika terdapat gas bertekanan rendah di antara sumber radiasi dan pengamat, radiasi dengan frekuensi tertentu digunakan untuk menaikkan tingkat energi elektron. Ketika elektron ini kembali ke tingkat energi semula, radiasi tadi dipancarkan kembali ke segala arah. Yang teramati oleh pengamat yaitu spektrum kontinu dengan garis gelap pada frekuensi tertentu.

Gambar 15. Nebula planet M 57, yang merupakan lontaran material bintang. Spektrum nebula planet berupa garis-garis terang pada frekuensi tertentu. (AURA/STScI/NASA)
Gambar 16. Korona merupakan gas renggang di antara pengamat dan inti Matahari. Spektrum korona berupa kontinum dengan garis-garis gelap pada frekuensi tertentu. (Luc Viatour)/NASA)

Alat pengurai cahaya disebut spektrograf/spektrometer. Spektrum cahaya dapat direkam dengan, misalnya, kamera digital. Untuk mengetahui frekuensi garis emisi atau serapan, digunakan spektrum pembanding dari percobaan di laboratorium.

Gambar 17. Searah jarum jam dari kiri atas, logam natrium dipanaskan hingga menguap. Gas panas natrium akan memancarkan sinar pada frekuensi tertentu. Sinar ini diuraikan dengan prisma pada spektrograf. Ditampilkan dua garis emisi sampel gas natrium, dilihat dari teropong pada ujung spektrograf. Tentu saja kini, digunakan spektrograf dan perekam data elektronik. (BBC Chemistry: A Volatile History - The Order of the Elements)

Bacaan

Arny, Thomas T. (2004), Explorations: An Introduction to Astronomy, New York, McGraw-Hill
Sutyanto, Winardi (1984), Astrofisika: Mengenal Bintang, Bandung, Penerbit ITB

Tidak ada komentar: