Dalam Pengumpulan Data dalam Astronomi, telah dipaparkan cara menandai posisi benda langit dengan merujuk pada perluasan khatulistiwa Bumi pada bola langit. Biasanya, rujukan posisi diharapkan tidak banyak berpindah sehingga dapat digunakan kapanpun. Ternyata sepanjang tahun, posisi Bumi berubah-ubah. Apa dampak dari ini?
Mari bayangkan kita sedang menatap sebuah perahu di tengah danau belasan meter di depan kita! Kalau kita bergeser ke kanan dan ingin tetap menatap perahu, maka kita harus memutar pandangan ke kiri. Makin jauh kita bergeser, makin besar pula sudut putaran pandangan kita.
Kini, mari kita bayangkan perahu tadi berjarak puluhan meter di depan kita! Untuk pergeseran tertentu, sudut putaran pandangannya lebih kecil dibandingkan jika perahunya lebih dekat. Hal serupa berlaku juga untuk posisi bintang jika dilihat dari Bumi.
How It Works
Bumi mengitari Matahari dalam lintasan berbentuk hampir lingkaran. Dengan demikian, posisi Bumi berubah-ubah. Padahal, khatulistiwa dan titik Aries merupakan rujukan kebumian. Jadi seperti pada kasus pengamatan perahu dari tepi danau, terjadi perubahan posisi bintang. Ilustrasi pergeseran posisi bintang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Perubahan posisi bintang terhadap rujukan kebumian karena pergerakan Bumi mengelilingi Matahari.
Pada gambar di atas, a yaitu jarak rata-rata Matahari-Bumi, d jarak Matahari-bintang, \theta yaitu sudut pisah antara Matahari dan bintang dari Bumi, dan p yaitu pergeseran posisi bintang, dilihat dari Bumi, terhadap posisinya jika dilihat dari Matahari. Dari teorema sinus segitiga, didapat hubungan berikut.
\frac{\sin p}{a}=\frac{\sin\theta}{d} \\ \Rightarrow \sin p=\frac{a}{d}\sin\theta \cdots\cdots\left(1\right)
Suku \tfrac{a}{d} bernilai konstan dan didefinisikan sebagai sinus sudut paralaks bintang P.
\\\sin P=\frac{a}{d} \cdots\cdots\left(2a\right) \\ \sin p=\sin P\sin\theta \cdots\cdots\left(2b\right)
Sudut p dan P bernilai kecil sehingga dapat dilakukan pendekatan berikut.
\\ p\approx P\sin\theta \cdots\cdots\left(3\right)
Nilai a dan \theta dapat diukur, namun tidak demikian dengan p karena tidak diketahui sudah sejauh apa bintang tersebut bergeser. Dengan demikian, yang diukur yaitu perubahan posisi bintang untuk selang waktu setengah tahun sehingga didapat nilai p_1+p_2.
\left(p_1+p_2\right)\approx\frac{a}{d}\left(\sin\theta_1+\sin\theta_2\right) \\ \Rightarrow d\approx a\left(\frac{\sin\theta_1+\sin\theta_2}{\left(p_1+p_2\right) \text{radian}}\right) \cdots\cdots\left(4a\right) \\ \Rightarrow d\approx 206265\left(\frac{\sin\theta_1+\sin\theta_2}{\left(p_1+p_2\right) \text{detikbusur}}\right) \text{SA} \cdots\cdots\left(4b\right)
Celestial Scene
Dari Bumi, bintang terlihat bergerak menempuh lintasan elips yang sumbu semimayornya sejajar dengan ekliptika. Makin dekat bintang tersebut ke ekliptika, makin pendek sumbu semiminornya; bintang yang terletak tepat di ekliptika bergerak bolak-balik pada garis lurus. Tiap satu tahun, bintang kembali ke posisinya semula. Gambar berikut mengilustrasikan gerakan paralaks bintang. Makin panjang sumbu semimayor lintasan paralaks, makin dekat bintang tersebut dari Matahari.
Gambar 2. Perubahan posisi bintang pada bola langit, dibandingkan dengan perubahan tahunan asensiorekta dan deklinasi Matahari.
Posisi tiap saat bintang berhubungan dengan posisi Matahari; di lintasan paralaksnya, bintang akan menempati posisi terdekat dengan Matahari.
Compromised Coordinates
Untuk bintang yang diketahui asensiorekta, deklinasi, dan paralaksnya, dapat diketahui asensiorekta dan deklinasi teramati akibat paralaks. Untuk keperluan ini, dibutuhkan data asensiorekta dan deklinasi Matahari saat pengamatan.
Tinjaulah gambar berikut!
Gambar 3. Sejumlah titik rujukan untuk menghitung asensiorekta dan deklinasi teramati bintang.
Pada gambar di atas, X yaitu pusat dari lintasan paralaks bintang, yang juga berarti posisi bintang jika dilihat dari Matahari, X_j yaitu posisi bintang pada pengamatan ke-j, S_j yaitu posisi Matahari pada pengamatan ke-j, dan N yaitu kutub utara langit. Dengan titik-titik ini sebagai rujukan, dapat dibangun segitiga bola berikut.
Gambar 4. Segitiga bola untuk menghitung besar pergeseran posisi bintang serta asensiorekta dan deklinasi teramatinya.
Pada segitiga bola di atas, \delta_X dan \alpha_X yaitu deklinasi dan asensiorekta bintang, \delta_{X'} dan \alpha_{X'} yaitu deklinasi dan asensiorekta teramati bintang, X yaitu pusat lintasan paralaks bintang, X' yaitu posisi teramati bintang, \delta_{Sun} dan \alpha_{Sun} yaitu deklinasi dan asensiorekta Matahari, p yaitu jarak bintang dari pusat lintasan paralaks bintang, dan \theta yaitu sudut pisah antara bintang dan Matahari.
Dari teorema kosinus segitiga bola, didapat hubungan berikut.
\cos\left(p+\theta\right)
\\ =\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\left(90^\circ-\delta_{Sun}\right)+\cdots
\\ \cdots +\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\sin\left(90^\circ-\delta_{Sun}\right)\cos\left(\alpha_X-\alpha_{Sun}\right)
\\ =\sin\delta_X\sin\delta_{Sun}+\cos\delta_X\cos\delta_{Sun}\cos\left(\alpha_X-\alpha_{Sun}\right)
\\ \Rightarrow p+\theta \\ =\arccos\left[\sin\delta_X\sin\delta_{Sun}+\cos\delta_X\cos\delta_{Sun}\cos\left(\alpha_{Sun}-\alpha_X\right)\right] \cdots\cdots\left(5\right)
Berikutnya dari hubungan (2b), dapat dihitung besar pergeseran posisi bintang.
\sin p=\sin P\sin \left[\left(p+\theta\right)-p\right] \\ =\sin P\left[\sin\left(p+\theta\right)\cos p-\cos\left(p+\theta\right)\sin p\right] \\ = \left[\sin P\sin \left(p+\theta\right)\right]\cos p-\left[\sin P\cos\left(p+\theta\right)\right]\sin p \\ \Rightarrow \left[1+\sin P\cos\left(p+\theta\right)\right]\sin p=\left[\sin P\sin\left(p+\theta\right)\right]\cos p \\ \Rightarrow p=\arctan\left[\frac{\sin P\sin\left(p+\theta\right)}{1+\sin P\cos\left(p+\theta\right)}\right] \cdots\cdots\left(6\right)
Akan dihitung besar \angle SXN menggunakan teorema kosinus segitiga bola.
\cos\left(90^\circ-\delta_{Sun}\right) \\ =\cos\left(p+\theta\right)\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)+\sin\left(p+\theta\right)\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\angle SXN \\ \Rightarrow \sin\delta_{Sun}=\cos\left(p+\theta\right)\sin\delta_X+\sin\left(p+\theta\right)\cos\delta_X\cos\angle SXN \\ \Rightarrow \cos\angle SXN=\frac{\sin\delta_{Sun}-\cos\left(p+\theta\right)\sin\delta_X}{\sin\left(p+\theta\right)\cos\delta_X} \\ \Rightarrow \angle SXN=\arccos\left[\frac{\sin\delta_{Sun}-\cos\left(p+\theta\right)\sin\delta_X}{\sin\left(p+\theta\right)\cos\delta_X}\right] \cdots\cdots\left(7\right)
Masih menggunakan teorema kosinus segitiga bola, dapat dihitung deklinasi teramati bintang.
\\\cos\left(90^\circ-\delta_{X'}\right)=\cos p\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)+\sin p\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\angle SXN \\ \sin\delta_{X'}=\cos p\sin\delta_X+\sin p\cos\delta_X\cos\angle SXN \\ \delta_{X'}=\arcsin\left(\cos p\sin\delta_X+\sin p\cos\delta_X\cos\angle SXN\right) \cdots\cdots\left(8\right)
Akhirnya menggunakan teorema empat bagian segitiga bola, bisa dihitung asensiorekta teramati bintang.
\cos\left(90^\circ-\delta_X\right)\cos\angle SXN
\\=\sin\left(90^\circ-\delta_X\right)\cot p-\sin\angle SXN\cot\Delta\alpha \\ \Rightarrow \sin\delta_X\sin\angle SXN=\cos\delta_X\cot p-\sin\angle SXN\cot\Delta\alpha \\ \Rightarrow \cot\Delta\alpha=\frac{\cos\delta_X\cot p-\sin\delta_X\cos\angle SXN}{\sin\angle SXN} \\ \Rightarrow \Delta\alpha=\arctan\left(\frac{\sin\angle SXN}{\cos\delta_X\cot p-\sin\delta_X\cos\angle SXN}\right) \cdots\cdots\left(9\right)
Jadi alih-alih terlihat pada koordinat \alpha_X dan \delta_X, bintang akan terlihat pada koordinat \alpha\pm\Delta\alpha dan \delta_{X'}.
Selesai!
Bacaan
A. E. Roy dan D. Clarke, Astronomy: Principles and Practice (Philadelphia: Institute of Physics Publishing), hlm. 125
Gambar 1. Perubahan posisi bintang terhadap rujukan kebumian karena pergerakan Bumi mengelilingi Matahari.
Gambar 2. Perubahan posisi bintang pada bola langit, dibandingkan dengan perubahan tahunan asensiorekta dan deklinasi Matahari.
Gambar 3. Sejumlah titik rujukan untuk menghitung asensiorekta dan deklinasi teramati bintang.
Gambar 4. Segitiga bola untuk menghitung besar pergeseran posisi bintang serta asensiorekta dan deklinasi teramatinya.
Giliran 1 (Hitam): menaruh (Turn 1 (Black): summoning)
Giliran 2 (Putih): menaruh dan mendorong (Turn 2 (White): summoning and pushing)
Giliran 3 (Hitam): dua kali menaruh (Turn 3 (Black): summoning twice)
Giliran 4 (Putih): mendorong dan menaruh (Turn 4 (White): pushing and summoning)
Giliran 5 (Hitam): mendorong dan menaruh (Turn 5 (Black): pushing and summoning)
Giliran 6 (Putih): dua kali berpindah (Turn 6 (White): moving twice)
Giliran 7 (Hitam): berpindah dan mendorong (Turn 7 (Black): moving and pushing)
Giliran 8 (Putih): berpindah (Turn 8 (White): moving)
Giliran 9 (Hitam): dua kali menaruh (Turn 9 (Black): summoning twice)
Giliran 10a (Putih): menaruh dan terkurung; bunuh diri; ilegal (Turn 10a (White): summoning and surrounded; suicide; illegal)
Giliran 10b (Putih): dua kali menaruh (Turn 10b (White): summoning twice)
Giliran 11 (Hitam): dua kali menaruh (Turn 11 (Black): summoning twice)
Giliran 12 (Putih): menaruh dan mendorong (Turn 12 (White): summoning and pushing)
Giliran 13 (Hitam): mendorong, menaruh, dan menangkap tiga unit (Turn 13 (Black): pushing, summoning, and capturing three pieces)
Giliran 14 (Putih): menaruh dua kali (Turn 14 (White): summoning twice)
Giliran 15 (Hitam): dua kali berpindah (Turn 15 (Black): moving twice)
Giliran 16 (Putih): dua kali menaruh (Turn 16 (White): summoning twice)
Giliran 17 (Hitam): berpindah dan mendorong (Turn 17 (Black): moving and pushing)
Giliran 18 (Putih): dua kali menaruh (Turn 18 (White): summoning twice)
Giliran 19 (Hitam): dua kali menaruh (Turn 19 (Black): summoning twice)
Giliran 20 (Putih): dua kali menaruh (Turn 20 (White): summoning twice)
Giliran 21 (Hitam): dua kali menaruh dan menangkap satu unit (Turn 21 (Black): summoning twice and capturing one piece)
Giliran 22 (Putih): mendorong dan menaruh (Turn 22 (White): pushing and summoning)
Giliran 23 (Hitam): menaruh dan menangkap satu unit (Turn 23 (Black): summoning and capturing one piece)
Giliran 24 (Putih): dua kali menaruh dan menangkap 14 unit (Turn 24 (White): summoning twice and capturing 14 pieces)
\Giliran 25 (Hitam): dua kali menaruh (Turn 25 (Black): summoning twice)
Giliran 26 (Putih): melepas giliran (Turn 26 (White): pass)
Giliran 27 (Hitam): mendorong dan menaruh (Turn 27 (Black): pushing and summoning)
Giliran 28 (Putih): melepas giliran (Turn 28 (White): pass)
Giliran 29 (Hitam): berpindah, menaruh, dan menangkap satu unit (Turn 29 (Black): moving, summoning, and capturing one piece)
Giliran 30 (Putih): melepas giliran (Turn 30 (White): pass)
Giliran 31a (Hitam): melepas giliran; dua giliran dilepas berturut-turut; permainan berakhir (Turn 31a (Black): pass; two consecutive passes; game over)
Giliran 31b (Hitam): menaruh dan mendorong (Turn 31b (Black): summoning and pushing)
Giliran 32 (Putih): dua kali menaruh (Turn 32 (White): summoning twice)